Korean pop atau dikenal dengan istilah K-pop telah mendunia, tidak hanya di benua Asia, tapi juga di benua Eropa dan Amerika.
Di tahun 2016 pendapatan K-pop dari pasar global mencapai rekor sebesar US$4,7 milyar atau sekitar Rp66,8 triliun. Pendapatan ini memberi stimulus luar biasa untuk ekonomi Korsel. Ekspor komoditas budaya dan konsumen naik setidaknya 2% lebih tinggi dari total pertumbuhan ekspor negara tersebut.
Sebagai ekonom dan juga musisi, saya akan membahas faktor-faktor di balik kesuksesan K-pop. Ulasan ini bisa digunakan oleh Indonesia ataupun negara lain dalam mengembangkan industri musik di negara masing-masing.
Kebangkitan K-pop
Berkembangnya Japanese pop atau aliran musik Jepang yang dikenal dengan istilah J-pop di tahun 1990-an adalah satu hal menarik dalam sejarah industri musik Asia. Namun kepopuleran J-pop telah dikalahkan oleh K-pop semenjak awal abad 21. Berbeda dengan J-pop, K-pop kental dengan nuansa pengaturan musik dan liriknya yang menarik, dan menonjolkan sisi personal yang nyentrik, kostum yang mencolok, dan juga koreografi yang cantik.
Kesuksesan K-pop tidak terjadi secara kebetulan. Kesuksesan ini terjadi karena pemerintah berhasil secara efektif menerapkan teori pertumbuhan makroekonomi dalam mendukung perkembangan K-pop. Industri musik di Korsel bertumbuh secara maksimal sejalan dengan pengembangan tiga hal penting yang menjadi titik berat dari teori tersebut, yaitu: sumber daya penunjang, sumber daya manusia, dan teknologi.
Setelah krisis moneter Asia 1998, pemimpin Korsel mengambil langkah strategis dalam memakai musik untuk membangun citra dan dampak kultural negara tersebut. Pemerintah Korsel mengalokasikan jutaan dolar untuk membentuk kementerian kebudayaan dengan satu departemen khusus untuk K-pop.
Satu daerah di Seoul yang bernama Chang-dong dikembangkan untuk menjadi pusat K-pop. Gedung konser, studio rekaman, galeri seni, restoran, dan toko ritel dibangun di distrik tersebut untuk menopang pertumbuhan K-pop. Pembangunan gedung pertunjukan Seoul Arena terus berlangsung dan akan selesai tahun 2020. Gedung ini akan menjadi gedung pertunjukan seni terbesar di Korsel dengan kapasitas tempat duduk 20.000 orang.
Dalam pengembangan sumber daya manusia, tiga perusahaan rekaman di Korsel (SM,YG, dan JYP Entertainment) menjadi yang terdepan dalam penggalian bakat idola K-pop. Bakat-bakat ini digembleng secara menyeluruh selama beberapa tahun sebelum memulai karir mereka di industri musik. Pelatihan yang diberikan tidak hanya mencakup menyanyi atau menari, namun juga penguasaan bahasa asing dan komunikasi publik.
Teknologi juga punya peranan penting dalam menunjang pertumbuhan K-pop. Di tempat-tempat publik di kota Seoul tersedia wi-fi gratis. Dengan teknologi wi-fi, streaming lagu dan video K-pop jadi lebih mudah. Hal ini tentunya menunjang kepopuleran musik K-pop dan penjualan tiket konsernya.
Korsel juga telah menjadi yang terdepan di dalam teknologi multimedia. Konser yang menggunakan teknologi hologram dan virtual reality ditawarkan sebagai alternatif dari konser langsung. Melalui teknologi ini penggemar tetap bisa berinteraksi dengan idola K-pop mereka, meski secara digital. Pemerintah Korsel berencana akan mengeluarkan dana hingga US$222 juta sampai tahun 2020 untuk mendukung perkembangan teknologi canggih ini.
Masih banyak lagi faktor-faktor lain yang menunjang perkembangan K-pop.
K-pop telah berhasil dalam kiprahnya di pangsa pasar musik ‘lagu dan tari’–segmen pasar yang selama ini ditinggalkan industri musik Amerika semenjak era Michael Jackson dan boy-band di tahun 1990-an.
Ketika penjualan album musik dalam bentuk CD di negara lain mengalami penurunan, tidak demikian dengan K-pop. Di tahun 2012 pangsa pasar CD K-pop bertumbuh 11%. Dari situ, K-pop menerima 74% pemasukan.
Perusahaan rekaman memakai strategi kreatif dalam pemasaran album CD K-pop. Sebagai contoh, barang koleksi seperti foto artis-artis K-pop dimasukkan di dalam paket CD untuk meningkatkan penjualan.
Namun pada kenyataannya, potensi besar musik Indonesia tidak cukup mendapat dukungan.
Presiden Joko “Jokowi” Widodo memulai pemerintahannya di tahun 2014 dengan memasukkan industri kreatif sebagai prioritas.
Pemerintah membentuk divisi ekonomi kreatif, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), untuk mendukung perkembangan berbagai industri kreatif, dari kuliner, fashion, seni rupa, musik, dan yang lain.
Sektor kuliner memberikan kontribusi terbesar untuk ekonomi kreatif, sekitar 42%. Sedangkan kontribusi musik sangat kecil di kisaran 0.47%. Hal ini menunjukkan banyak hal yang pemerintah masih bisa lakukan untuk lebih menggali potensi sektor musik.
Bulan Maret tahun ini, untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan Konferensi Musik Nasional. Pejabat pemerintah hadir di dalamnya untuk berdiskusi secara mendalam tentang berbagai kesempatan dan tantangan ke depan bagi industri musik Indonesia. Konferensi tersebut merumuskan 12 rencana aksi. Satu diantaranya menekankan pengembangan kesejahteraan insan musik tanah air.
Dengan potensi yang begitu besar, Indonesia selayaknya belajar dari Korsel dalam penerapan langkah-langkah strategis dalam mengembangkan industri musiknya dan membawanya untuk menjadi sensasi dunia.
Indonesia bisa diuntungkan dengan pendanaan lebih dari pemerintah untuk mengembangkan sumber daya manusia, sumber daya penunjang dan juga teknologi yang berhubungan dengan industri musik. Ekspansi strategis berupa perluasan pasar musik Indonesia ke negara tetangga di Asia Tenggara adalah satu hal yang harus di lakukan.
K-pop sudah mulai mendominasi pasar musik dunia. Hal serupa juga
Comments
Post a Comment